TAHAP PERTENGAHAN DALAM PERCAKAN PASTORAL
(BAGAIMANA
SIKAP SEORANG PASTOR?)
1)
. Empati
Empati
adalah salah satu unsur yang erat berhubungan pengertian sebagai sikap dasar
dari pastor. Dengan empati, kehangatan dalam relasi-percakapan, kasih sayangdan
perhatian terhadap orang yang digembalakan membuat “pengertian” lebih daripada
suatu ketrampilan. Pastor harus mengidentifikasi diri dengan klien. Tetapi
identifikasi empatis yang dimaksudkan disini tidak sama dengan identifikasi
emosional. Dalam identifikasi empatis pastor memelihara jarak. Hal itu tidaklah
menjauhkannya dari orang yang ia gembalakan. Ia mendengarkan kata-katanya, ia
juga “mendengarkan’ perasaan-perasaan atau emosi-emosinya. Ia mengerti semua
ungkapan itu tetapi ia tidak mengambil alih perasaan-perasaan atau
emosi-emosinya. Ia tidak turut menangis, kalau orang itu menangis. Ia tidak
boleh memberi dirinya dihanyutkan dalam perasaan-perasaanatau emosi orang yang
ia gembalakan, sebab hanya dengan jalan itu ia dapat membantunya.
2)
. Mendengarkan
Mendengarkan
adalah terutama suatu aktivitas, yang lahir dari pengertian sebagai sikap dasar
dari pastor. Dengan mendengarkan, pastor memperlihatkan Bahwa ia benar – benar
mengarahkan dirinya kepada orang yang ia gembalakan dan benar – benar
memberikan perhatian kepadanya. Bukan hanya perkataannya diperhatikan, tetapi
juga sikapnya, roman mukanya, cara berbicara. Sikap tenang atau tegang
menyatakan diri dalam beberapa hal kecil. Perhatikanlah tangan seseorang,
adakah tangan ini tenang terlipat, ataukah bergerak-gerak saja? Perasaan apa
yang dicerminkan dalam roman mukanya? Semua hal itu harus diperhatikan oleh
gembala, supaya ia mendapat kesan yang benar tentang keadaan anggota jemaat.
Mendengarkan itu bukan hanya mencari tahu, apa yang dalam percakapan hendak
dikatakan oleh partner, tetapi juga mencari tahu, apa yang hendak disembunyikan
oleh partner percakapan. Cara mencari tahu bukanlah hanya melalui
pertanyaan-pertanyaan yang mungkin meragukan partner, tetapi juga melalui
penafsiran atau pemahaman cara seorang partner dalam percakapan, bercakap-cakap
atau bersikap.
Menurut
abineno, mendengarkan bukan hanya sekedar mendengarkan apa yang diucapkan
dengan kata-kata, tetapi juga mendengarkan apa yang tidak diucapkan dengan
kata-kata (mendengarkan perasaan-perasaannya) dan berusaha untuk mengerti apa
yang maksudkan dan merasakan apa yang ia rasakan.
Tetapi
hal mendengarkan terutama bagi pendeta – pendeta tidaklah mudah. Sebagai
pendeta, para pendeta merasa terpanggil untuk berkata – kata. Anggapan ini
digarisbawahi oleh pekerjaan mereka. Mereka berkata – kata(berkhotbah) dalam
ibadah – ibadah, mengajar katekisasi, berdoa, memimpin pertemuan jemaat, dan
lain-lain.
Semuanya
ini menyebabkan pendeta sulit sekali dapat berdiam diri dan mendengarkan
oranglain. Hal ini bukan saja terjadi dengan pendeta-pendeta tetapi juga dengan
pastor lain. Sulit berdiam diri dan mendengarkan oranglai, tetapi juga
beranggapan bahwa mendengarkan itutidak begitu penting, terutama kalau orang
yang harus ia dengarkan itu adalh seorang yang sederhana, yang tidak atau yang
hanya sedikit saja memperoleh pendidikan sekolah.
3)
. Mengakseptasi
Salah
satu syarat yang paling penting dalam percakapan pastoral ialah mengakseptasi
atau partnerpercakapan sebagaimana adanya. Artinya: tanpa syarat, kalau ia
seorang pemabuk, kita harus menerimanya sebagai seorang pemabuk. Mengakseptasi
tidak sama dengan menyetujui perbuatan atau hidupnya. Mengakseptasi juga tidak
sama dengan menolak. Mengakseptasi ialah sikap yang tepat. Mengakseptasi tidak
mempersalahkan atau menghukumnya, tetapi memahami dan karena itu menerimanya.
4)
. Memberikan kebebasan
Salah
satu hal yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dalam percakapan pastoral
ialah pemberian kebebasan kepada orang yang digembalakan. pastor hanya mengenal
bentuk percakapan yang menolon tanpa memberikan nilai positif terhadap
pemberian kebebasan. Tugas seorag pastor ialah membantu orang yang ia
gembalakan supaya orang tersebut dapat melihat masalahnya dengan terang dan
dapat memecahkan sendiri persoalannya, karena itu seorang pastor harus
“memberikan kebebasan” atau memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
orang yang digembalakan supaya ia dapat mengungkapkan segala sesuatu yang ia
mau ungkapkan, baik dengan perkataan (yang menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan) maupun dengan perbuatan atau sikap. Kesempatan itu harus
diberikan untuk menyatakan pikiran dan peranan-peranan atau emosi-emosinya
kepada pastor. Dan kesempatan itu harus diberikan seluas-luasnya. Ia tidak
boleh dihalang-halangi. Ia bebas menyatakan sikapnya:bukan hanya sikapnya yang
simpatik tetapi juga sikapnya yang kasar dan agresif. Dan semua perasaan atau
emosinya: bukan hanya perasaan atau emosinya yang baik, tetapi juga perasaan
atau emosinya yang negatif dan yang tidak menyenangkan. Kebebasan yang demikian
membutuhkan kesabaran yang luar biasa dari pihak pastor. Namun kebebasan yang dimaksudkan disini bukanlah
kebebasan yang mutlak atau kebebasan yang tidak terbatas, kebebasan ini adalah
kebebasan yang bertanggungjawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno,
J.L.Ch, Percakapan Pastoral dalam Praktik,
BPK GM, Jakarta, 2005
Abineno,
J.L.Ch, Pelayanan Pastoral kepada Orang
berduka, BPK GM, Jakarta,2004
Bons
– Storm M, Apakah penggembalaan itu,
BPK GM, Jakarta,2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar